January 25, 2012

Because I Love You More (Part 2)

Tittle : Because I Love You More
Creation by: Pradana Wulandari
Genre : Romance
Category: teen



Mataku menatap lurus ke arah monitor. Beberapa kali handphone-ku bergetar dan menyanyikan message alert. Steve, abangku, meraih handphone tadi dan digantungkannya tali handphone di jari telunjuknya. "Hei, bocah yang bernama Michael ini mengirimimu pesan dan beberapa kali miss call" lapornya.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah Steve. "Tak bisakah kau diam?" tanyaku ketus. 

Steve membuka mulutnya tanpa kata. Dikerutkannya jidatnya. Aku yakin dia benar-benar bingung dengan perkataanku tadi. "Ah well, kalau begitu, MATIKAN! Aku ini butuh ketenangan dan kenyamanan." 

Apa dia bilang tadi? "Steve, kalau kau butuh ketenangan, kembalilah  ke kamarMU, dan jangan pernah datang lagi ke kamarKU" aku meninggikan suaraku agar dia dapat mengerti kalau aku sedang sebal. Sebal banget!

"Whatever!" katanya cuek dan kembali membaca buku-buku yang aku baru beli kemarin di meja belajarku.
***
"Gab, are you okay?" tanya Cindy padaku keesokan harinya.

Aku memaksakan sebuah senyuman di bibirku dan tertawa kecil. "Tentu!" aku mulai berbohong, "Aku tidak pernah merasa sebaik ini!" 

"Syukurlah... aku tadi sempat berpikir, jangan-jangan Michael cheating behind your back" katanya terdengar lega.

Aku terdiam dan ingin rasanya menangis. Yang dia bilang tadi adalah kenyataannya. Dan jujur saja itu cukup menyakitkan. Aku pernah menjalani terapi akupunktur, dan aku benci sekali hal itu karena...kau tau? Benar-benar sakit rasanya. Tapi kini aku tau ada hal lain yang lebih menyakitkan daripada hal itu.

Michael menjulurkan kepalanya ke dalam kelasku. Dia tampak berbincang dengan Cindy di depan pintu. Aku buru-buru memberi kode agar Cindy tidak mengatakan kalau aku sedang berada di kelas. Tapi terlambat! Michael sudah berjalan ke arah mejaku. 

"Gab, apakah kamu punya waktu luang siang ini?" tanyanya pelan.

Huh, mau apa dia? Jangankan siang ini, sekarang saja aku tidak ingin bertemu dengannya! Aku memalingkan pandanganku ke arah buku yang terbuka. Dan bersikap seolah-olah sibuk dengan buku itu. "entahlah... tapi sepertinya tidak" jawabku ketus.

Michael memegang tanganku dan menggengamnya. "Kumohon..., sebentar saja tidak apa-apa" katanya.

"Sekali bilang tidak, itu artinya aku tidak bisa!" aku menekankan perkataanku dan berusaha agar terdengar sinis.

"aku ingin bicara denganmu" katanya pelan, "kumohon, untuk sebentar saja".

Aku diam menimbang-nimbang untuk sejenak. "Hanya untuk sebentar kan?" tanyaku datar.

Michael menganggukkan kepalanya. Dia menggigit bibir bagian bawahnya. sebelum akhirnya berkata, "Kutunggu di depan Pohon Besar"
***
Michael segera berdiri ketika aku datang. Sebuah senyum terkembang di wajahnya. Aku sendiri berjalan cuek dan duduk di sebelahnya. "apa yang mau kau bicarakan?"

Senyum itu hilang. "Gab, ada apa denganmu akhir-akhir ini?" tanyanya pelan.

Aku menghela nafas panjang. "Tidak ada apa-apa" jawabku datar.

"Aku tau pasti ada sesuatu. Sudah tiga hari ini kau cuek padaku. Jangankan bertemu, kau bahkan tidak membalas telfon maupun e-mailku" katanya serius, "apakah aku sudah berbuat salah padamu?" tanyanya tampak menyesal.

Aku terdiam, menahan air mata yang tampaknya hampir jatuh. Aku berusaha tegar, tapi tetap saja, aku ini perempuan dan...perempuan itu cukup identik dengan yang namanya cengeng kan?

Michael diam menatapku dan meletakkan tangannya di bahuku. "kau bisa..."

Reflek, aku membuang tangan Michael. "Jangan sentuh!" jeritku.

Michael tampak terkejut. "Tapi Gab, kau bisa cer..."

Lagi-lagi aku tidak memberi Michael kesempatan untuk bicara. "Apa?! kau penghianat! Kau masih jalan dengan cewek lain! Kamu tau? Ternyata apa yang orang bilang itu benar! Sekali playboy tetap saja akan menjadi playboy selamanya!"

Michael membuka matanya lebih lebar lagi. Dia seperti tidak percaya, lebih tepatnya tidak ingin percaya dengan perkataanku tadi. "Gab... aku nggak tau kalau kamu berpikir aku seperti itu" katanya memecahkan keheningan yang terjadi beberapa saat lalu. "Well, kukira kamu berbeda. Tapi, kau ternyata sama saja dengan cewek-cewek itu" katanya, serius dan membalikkan badannya dari ku.

DEG!
jantungku berdebar keras. Aku tidak bermaksud berkata demikian. Semua kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku. "Mi..."

"Gab..." Michael menatapku sebentar dan kembali membalikkan badannya. "Selamat tinggal. Maaf kalau ternyata cintaku begitu rendah di matamu" katanya dan meninggalkanku.

Aku terjatuh dan Michael tetap melanjutkan kepergiannya. Air mataku mengalir deras. Sekarang apa yang kucari? Aku sudah mendapatkan sesuatu kan? Sebuah perpisahan...

No comments:

Post a Comment