January 02, 2012

One Day on that Paper (Part 2)

Kemarin ada pembagian dorm setelah upacara penerimaan siswa baru selesai, dan tebak! Aku mendapat Cherry Dorm! Aku, Chiisa dan Shou, serta… Jordan satu dorm! What a lucky girl I am! Hehehe, serunya lagi, kamarku bersebelahan persis di depan kamar Jordan. Well- bukan Jordan saja sih, tetapi juga ada Shou dan Jeremy di sana. Yup, bagian buruknya adalah Jeremy satu dorm denganku! Benar-benar sesuatu yang tidak menyenangkan. Ohya untuk aku sendiri aku sekamar dengan Chiisa. Harusnya ada 3 orang dalam satu kamar, tapi karena jumlah muridnya kurang jadilah kami hanya berdua. Hmm… tidak buruk juga. Aku dan Chiisa sudah berteman sejak taman kanak-kanak. Sama seperti lama hubungan pertemananku dengan Shou.

Hari ini, ada acara exchange seat juga di kelas. Aku sangat menyayangkan karena posisi yang kuambil kemarin sudah sangat sempurna (versiku). Aku duduk di sebelah Chiisa dan di belakang Shou. Bagus kan? Tepat di sebelah kiriku adalah jendela. Aku tidak dapat melakukan apa-apa tentang ini dan hanya dapat berharap aku sebangku dengan Chiisa ataupun setidaknya dengan orang-orang yang baik hatinya. Amin!

Oke,itu harapan beberapa jam yang lalu, dan kenyataan yang kudapatkan TIDAK sesuai dengan apa yang kuharapkan. Tidak terlalu buruk di awal, tai kemudiannya buruk. Ya. aku duduk tepat dibelakang Chiisa dan diseberang Shou. Dan nightmare ku dimulai ketika aku mengetahui bahwa yang duduk di sebelahku adalah..... Jeremy. Ugh, mau mati saja rasanya

TUK

Selembar kertas sobekkan yang dilipat jatuh tepat di atas bukuku. Aku segera mengambil kertas lipatan itu dan melirik ke arah Shou. Dia mengangggukkan kepalanya. Jadi, aku segera membuka kertas yang dilempar Shou barusan.

Ada apa? Kau tampak pucat. Kau baik-baik saja

Hmm..., mengingatkanku kami masih belum benar benar bicara sejak hari itu. Apa pedulinya?

Kau peduli? Apa urusanmu?

Well tidak juga. Setidaknya kupikir Chiisa khawatir

Baiklah, kenapa kau tidak tanya CHII saja? Aku sibuk, nih

Apakah kau bisa mengatakan meletakkan kepalamu ke meja dan menerawang ke luar jendela itu suatu kesibukkan?

Kau yang cari gara-gara duluan! Sudahlah, surat-suratan seperti ini hanya membuang waktuku!! :@

Hahaha, aku hanya bercanda sungguh. Kau kenapa sih?

Harusnya aku yang bertanya begitu pada MU. Kau terus-terusan mengindariku.

Benarkah? Kupikir  KAUlah yang menghindariku! Sejak aku tanpa sengaja menggertak kau dan Chii, kau tidak bicara sama sekali pada ku

Kau selalu memalilngkan mukamu dariku setiap kita bertatap muka :/

Maaf kalau begitu. Aku sedang memiliki suatu masalah. Cukup rumit

Aku juga minta maaf. By the way, masalah apa ini?

Hmm... berhubungan dengan orang yang kusukai

Shou pelit! Kita sudah berteman sejak lama, dan aku bahkan baru pertama kali mendengar kau suka seseorang!

Woaaah, tentu saja, itu hal yang normal, dan aku ini masih normal!!!!!! :O

Hahaaha, ayo, ceritakan

Tiba-tiba saja Jeremy mengambil kertas yang hampir kulempar pada Shou, dan menatapku dengan tatapan tidak suka.

“Sekarang waktunya be-la-ja-rrrr mengerti?” katanya sambil meremas kertasku dan membuangnya ke lantai.

“What the... Hey apa yang kau lakukan?” gertakku. Aku tidak menyadari suaraku tadi terlampau keras. Ya, kelas hening. Seisi kelas memandang ke arah kami. Dan Mr. Jim segera menghampiri meja kami. Matanya yang tajam langsung tertuju kepada kertasku yang diremas Jeremy tadi.

“Sepertinya kalian bisa menjelaskan apa ini?” tanyanya dingin.

“Ma...maaf, Sir. Aku bisa....”

“Kalian berdua KELUAR!” bentaknya. “Jelaskan padaku setelah istirahat nanti”

Aku dan Jeremy keluar kelas tanpa berkata-kata.Kami benar-benar tidak boleh masuk kelas untuk 1 jam ke depan. Dan sekarang kami berdiri di luar. Membawa 2 buah ember berisi air, dan harus berdiri terus. Sialan benar, Jeremy! Grrrr...

“ini salahmu!” bentakku pada Jeremy sambil menuddingkan telunjuk ke arahnya setelah kami berada di luar kelas.

“Pertama, yang salah itu kau. Kedua, menudingkan telunjukmu pada orang sangat tidak sopan” balasnya. Datar.

“Whatever, yang pasti kita dikeluarkan dari sini karena kamu mengambil kertasku” aku masih tidak mau kalah.

“Siapa suruh untuk main surat-suratan di dalam kelas?”

Aku terdiam. Tidak punya satu kata pun untuk membantah. Intinya memang 60 persen dari alasan kami dikeluarkan dari kelas adalah salahKU.

“Well, maaf” aku berkata pelan. Memecahkan keheningan yang terjadi beberapa menit yang lalu. Jeremy kaget melihat reaksiku dan tersenyum.

“haha, kamu lucu juga. Harusnya tidak perlu melakukan itu.”

“maksudmu? Aku tidak perlu minta maaf?”

“Heeh? Tentu saja perlu kau kan salah. Maksudku harusnya kau mengabaikan kertas cowok tadi” Sekarang giliran aku yang kaget

“huh, kenapa?

“dia.... ah sudahlah tak usah dibahas!”

Seketika muka Jeremy merah. “ah, kamu... suka Shou?” aku shock dan langsung tertawa.

“Sialan! Aku masih normal tau!”

“Sudahlah, mengaku saja! Aku berteman dengan Shou sejak kidergarten. Kami berdua benar-benar teman baik, jika kau mau tau. Menyukai sesama jenis tidak buruk kok” aku tersenyum usil.

Wajah Jeremy menampakkan kalau ia kaget dengan ucapanku.

“Hei masih belum mengerti juga! AKU NORMAL!”

Tanpa sadar Jeremy mengangkat embernya dan brussssh.... Ember yang dibawa Jeremy tepat mengenaiku.
“ Waaa, Maa..maaf!”

Aku hanya tertawa. “kau lucu juga ketika bersikap kikuk tadi.. HATCHI”

Jeremy tidak berkata kata setelah aku bersin tadi dan langsung menggendongku. “Je.. Jeremy turunkan aku!” Mukaku mendadak merah. Sungguh ini memalukan. Aku digendong bagai tokoh utama yang sering ada di komik-komik cewek.

Jeremy diam. Tidak menjawab pertanyaanku dan malah mempercepat langkahnya. Aku mempererat peganganku pada bahu Jeremy dan tidak dapat berkata-kata. Sesaat nafasku terasa habis. Dan ketika Jeremy memperlambat langkahnya, barulah kusadari kalau kami berdua sudah berada di depan pintu kamarku. Tidak ada orang di dorm. Tentu saja. Chii dan yang lain kan sedang belajar.

“kau bisa ganti baju sendiri kan?” Jeremy menurunkanku

“Yang benar saja” aku memutar bola mataku.

“Hoo jadi mau kutinggal?” tanya Jeremy santai.

“Waa... tunggu aku sebentar!”aku langsung masuk ke kamarku. Takut dia meninggalkanku dan aku harus kembali ke kelas sendirian.

Aku langsung berlari ke kamar dan mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhku. Sesudahnya aku mencari baju seragamku. Dan kembali menghampiri Jeremy. “Balik ke kelas,yuk” ajakku senang, dia benar-benar menungguiku.

Jeremy tertawa kecil. “Kau ini masih kanak-kanak ya? Senang sekali kembali ke kelas”
Aku menarik lengan Jeremy dan berlari. Jeremy tampak kaget dan menghentikkan langkahku beberapa saat kemudian. Aku menengok ke arahnya.

“Huh? Ada apa? Kenapa berhenti”

Jeremy menarikku dan menggendongku seperti saat tadi. Kini giliranku yang terkejut. “Tu...turunkan aku!”

“Sssssh, seorang putri harus bersikap anggun, jadi diamlah untuk sementara waktu.”


Aku tidak tau harus berkata apa lagi. Mungkin Jeremy benar? Aku harus diam untuk sementara waktu dan membiarkan dia menggendongku sampai nanti. Tapi sejujurnya aku tidak bisa. Aku jadi sulit bernafas. Mukaku pasti merah sekali. Aku merasa bahwa Jordanlah yang menggendongku. Ada rasa aneh yang kini menggelitik hatiku.

No comments:

Post a Comment