December 03, 2011

One Day on that Paper (PART 1)

creation by: Pradana Wulandari
tittle : One Day on that Paper
genre : Romantic, Drama, School Life
category : Teen


Sekarang musim dingin sudah dimulai, dan aku tengah berada di perjalanan menuju sekolah baruku. Yap, sekarang aku adalah murid Senior High School! Aku sangat bangga menggunakan seragam baruku. Bagaimana seragam baruku? Pertanyaan bagus. Hmmm, seragam ini sangat keren tentu saja! Aku mengenakan kemeja putih panjang dan blazer biru setengah lengan yang memiliki bordir bunga mawar warna emas. Rok sepanjang lutut dan kaus kaki putih panjang yang memiliki bordir Cammeline High School. Sepatu hitam dengan garis- garis berwarna pink.

Di bangku bagian belakang, terdapat 3 tas koper yang nantinya akan menemaniku di semester ini. 2 koper besar, dan satu sisanya berukuran lebih kecil. Hahha, ketika aku membawa koper-koper itu, aku yakin, orang-orang yang melihatku akan berpikir bahwa aku akan menikmati liburan panjang. Halo, tapi itu bukan salahku. Setidaknya, Mom dan Dad membantu memasukkan beberapa benda yang menurutku tidak cukup penting untuk ikut menemaniku di asrama. Tapi itu tidak begitu buruk, setidaknya mungkin benda-benda yang menurutku tidak begitu penting itu siapa tahu nanti bermanfaat juga. Uups, dan sekarang aku sudah berada di depan gerbang Cammeline High School.
“Kau yakin akan bersekolah di sini” Dad bertanya tiba-tiba.

Aku tersentak. Antara kaget dan bingung aku pun menjawab, “Ya, tentu saja! Dad pikir keputusanku hanya main-main? Kita telah membahas ini berkali-kali, Dad. Dan aku yakin kau tidak akan menyesal telah memasukkan aku ke sini. Aku bersumpah!”

“Well, baiklah kalau begitu. Sukses selalu. Ohya jangan harap aku akan memaafkanmu jika nilaimu jatuh nanti” tambah Dad, dia membantuku menurunkan koper-koper di bangku belakang.

Aku tersenyum, “tidak akan!”. Yah setidaknya aku memang tidak akan mendapat ranking jelek semenjak aku memang sangat senang membaca terutama buku pelajaran.
Dad naik ke mobilnya, dan mulai menyalakan mesin. “Hati-hati, jagalah dirimu selalu, nak” katanya sambil melambaikan tangan.

Aku balas melambaikan tangan hingga sosok mobil itu sudah tidak nampak lagi. Dan sesaat kemudian aku mulai menarik koper-koper besar itu. Terima kasih Tuhan, koper-koperku semuanya memiliki roda. Jika tidak, aku tidak tahu bagaimana aku harus mengangkatnya sampai ke dalam asrama.

Beberapa meter kemudian, tiba-tiba aku mendengarkan teriakan dua orang. Yang satu perempuan dan yang lainnya suara anak laki-laki.

“Hei yang di sana! Tunggu!!”

Aku menoleh ke belakang dan melihat kedua sahabat sejak kecilku, Shou dan Chiisa. Aku berlari ke arah mereka tanpa memedulikan koper-koperku dan memeluk mereka berdua erat-erat. “Shou, Chiisa, senang sekali rasanya bertemu kalian di sini!” Aku berteriak senang dan mempererat pelukanku.

“Wooooah, Jess, hentikan pelukan ini! Kita sedang berada di depan umum, tahu? Dan ingat, aku ini laki-laki, hal yang enggak banget untuk pelukan seperti ini!”

Shou berusaha melepaskan pelukanku dan langsung terjatuh. Chiisa dan aku seketika tertawa terbahak-bahak melihat Shou yang mukanya kini mirip kepiting rebus. Sangat merah. Beberapa saat kemudian dia berdiri dan tampak kesal memandang kami berdua.
“Kalian ini benar-benar! Tidak ada bedanya dari dulu!”

Chiisa dan aku berusaha berhenti tertawa, meski kami masih cekikikan tapi kuusahakan suaraku terdengar biasa saja, berusaha menahan tawa ataupun cekikikan.
“Waduh, maaf Shou, aku tadi tidak sengaja, sungguh”

Shou tampak menimbang-nimbang untuk sementara sebelum akhirnya menjawab. “Kali ini iya tidak sengaja, tapi beberapa saat kemudian pasti sengaja kan?”
Aku terkejut dengan ucapan Shou. “Maksudmu?”

“Ah sudahlah, aku mau langsung ke kelas saja!” dan Shou pun meninggalkan Chiisa dan aku yang masih terbengong-bengong menatap reaksi Shou barusan. Ada apa ini? Tidak biasanya Shou semarah itu. Lagipula di antara kami bertiga, biasanya dialah yang paling mengerti segala macam lelucon. Sungguh aneh...

“Jess, tak usah pikirkan ucapan Shou, mungkin moodnya jelek lagi” Chiisa menepuk pundakku. “Kita jalan ke kelas dulu yuk!”

Aku mengerjapkan mataku, “lagi? Maksudmu sebelumnya mood Shou juga sudah jelek?”
“Yeah begitulah. Nanti kuceritakan. Sekarang kita ke kelas dulu saja. Ohya, omong-omong, kamu tidak membawa tas?”

Aku merasa aneh pada pertanyaan Chiisa. Tidak membawa tas? Dia gila! Tasku saja besar-besar, bagaimana bisa dia tidak melihatnya? Dan aku baru tersadar aku meninggalkan koper-koperku tanpa pengawasan! Oh tidak, ini pertanda buruk!

“Chiisa kamu bisa ke kelas duluan tanpa aku, kan? Aku lupa di mana aku menaruh koper-koperku! Aku mau segera mencari koper-koper itu.”

Aku berlari meninggalkan Chiisa yang terbengong-bengong melihat aku yang langsung berlari meninggalkan dia sendiri.

Aku sampai pada tempat sebelum aku berlari menghampiri Shou dan Chiisa tadi. Dan tidak ada koper-koperku di sini! Bagaimana bisa? Aku berlari dan menanyai satu per satu siswa yang lalu lalang di sekitar dan tak ada satupun dari mereka yang melihat koper-koperku. Tidak mungkin koper-koper itu raib begitu saja kan? Pasti ada seseorang yang memindahkannya. Aku yakin!

Baru saja aku berpikir demikian, aku melihat seseorang sedang berbicara pada seorang penjaga sekolah di pos keamanan. Dan dia sedang membawa koper-koperku! Aku segera berlari menghampiri pemuda tersebut.

“permisi, maaf tapi, apa yang sedang kamu lakukan dengan koper-koperku?” aku berusaha menenangkan diriku. Berharap agar intonasi tadi tidak terlalu tinggi.
“Ah jadi kamu pemilik koper-koper ini?” pemuda itu memandangku. Dan aku langsung mengenali dia. Jordan!

“ya, aku yang memiliki koper-koper itu, Jordan” jawabku. Aku sungghuh berdebar-debar. Mengingat aku sudah menyukai Jordan semenjak aku masih Elementary School.
“Oh, maaf. Kau pasti bingung tadi mencarinya. Aku menemukan koper-koper ini tergeletak begitu saja. Jadi kupikir seseorang telah kehilangan koper-koper ini dan kupikir akan lebih mudah menemukannya di pos keamanan” dia berkata dengan nada penuh penyesalan. “Ohya, kamu tahu namaku?”

Aku tertawa kecil begitu mendengar pertanyaan Jordan.

“tentu saja! Kupikir siapa pun orang itu pasti akan mengenalmu. Terlebih aku sudah dari elementary school satu sekolah denganmu.”

“Benarkah? Maaf aku tidak begitu memerhatikanmu. Omong-
omong namamu siapa?”

Aku tidak merasa kecewa mendengar perkataan jujur Jordan. Bagaiamana pun, aku tidak pernah berbicara dengannya selama ini. Ditambah lagi aku jarang sekali masuk sekolah karena harus rawat inap akibat kondisi kesehatan yang tidak begitu baik. Lagipula, biarlah yang sudah terjadi. Setidaknya, tidak buruk juga. Sisi baiknya sekarang aku bisa berkenalan dengan Jordan dan memulai pertemanan.

Kami berdua berjalan menuju kelas bersama-sama. Jordan benar-benar tipe orang yang sangat enak untuk diajak mengobrol. Tidak heran mengapa ia bisa menjadi sangat populer. Aku merasa nyaman dapat berbicara dengannya. Kami berpisah ketika aku harus masuk kelas. Sejujurnya aku berharap dapat mengobrol dengannya lebih lama lagi, sayang, kelasnya berbeda denganku. Aku menunduk untuk sejenak dan mulai memandangnya lagi.

“Well sepertinya kita harus berpisah di sini. Ummm... kelas mu masih jauh kan? Semoga dapat berbincang lagi denganmu lain waktu” aku tersenyum, dan senyuman itu cukup kentara dipaksakan. Aku ingin bersamanya lebih lama.

“Hahaha, ya, sungguh menyenangkan dapat berbincang denganmu. Omong-omong, saudara kembarku sekelas denganmu loh. Namanya Jeremy. Semoga kau dapat bersahabat baik dengannya. Dia mungkin cukup ketus di awal, tapi nanti kau akan terbiasa, dan dapat merasakan bahwa dia adalah teman yang baik”

Aku terkejut dan mulutku terbuka lebar. Aku tidak percaya. Jordan punya saudara kembar? Itu seperti berita baru! Aku tidak sabar bertemu Chiisa dan...Shou bila seandainya sudah tidak marah lagi padaku.

Jordan tersenyum ke arah ku dan melambaikan tangannya. Aku balas tersenyum dan lambaikan tanganku juga. Kemudia aku segera menutup pintu kelas dan aku dapat merasakan mukaku sangaaat panas. Aku yakin warnanya pasti merah padam!
“Chiisaaa!!!” aku berteriak dan segera lari ke arah Chiisa.

“Woooah, Jess. Aku tahu apa yang akan kau bicarakan. Mau bicaran di sini atau sekalian jalan ke hall untuk upacara penerimaan murid baru yang sebentar lagi dimulai?” chiisa membalas dengan senyuman.

“Sambil jalan, dong. Aku tidak ingin kita berdua di cap tidak baik pada hari pertama sekolah” aku menarik lengan Chiisa dan mulai menceritakan pengalamanku berbincang dengan Jordan.

“Jadi maksudmu Jordan punya saudara kembar dan dia ada di kelas kita?” Chiisa terkejut.

“Sssssst, tidak perlu berteriak begitu. Btw, aku diminta Jordan untuk berteman baik dengannya, bagaimana kedengarannya? Tapi aku ragu, apakah dia mau berteman denganku atau tidak” aku menenangkan Chiisa karena orang-orang mulai memandang ke arah kami.
“Pastilah dia mau berteman denganmu. Kamu kan cantik, baik, dan...”

“garing? Ayolah Chii aku tidak baik maupun cantik, hanya seorang nerd yang jarang masuk sekolah”

“bodoh ya. Aku kan belum selesai berkata!” Chiisa tampak tidak suka ketika aku memotong kalimatnya.

“hffft, habis kau terlalu memujiku sih! Aku malu tahu” mukaku mendadak merah.
Kami berdua terus berbincang dan ketika hampir meninggalkan bangunan utama, aku tidak terlalu memerhatikan jalan. Tiba-tiba...

BUGGGGG

Aku jatuh terduduk, Chiisa segera membantuku untuk berdiri.

“Ma....maafkan aku” aku membungkukkan badanku dan langsung menatap orang yang tadi kutabrak. “apakah ada yang sakit.... Jeremy?” aku terkejut. Orang yang kutabrak tadi Jeremy!

“Hooo kau tau siapa aku? Sungguh situasi yang jarang terjadi. Tapi tidak menyenanngkan sekali, orang yang bisa membedakan antara aku dan Jordan adalah orang bodoh yang jalan saja tidak becus sepertimu” Jeremy membalas permintaan maafku dengan perkataan dingin.

Sejujurnya, mukaku merah dan ingin aku menangis. Orang-orang memandangi kami dan mereka mulai berbisik-bisik. Tentu bukan hal yang ingin kurasakan!

“Cengeng” Jeremy berbisik dan melewatiku begitu saja.

Apa-apaan sih maksudnya berbuat begitu? Kita kan bisa membicarakan hal ini baik-baik!

“Jess, kamu baik-baik saja? Mukamu pucat?” Chiisa bertanya padaku.

“Aku harap, aku baik-baik.” Aku menggeleng dan segera menarik tangan Chiisa “Ayo, kita harus bergegas, jika tidak mau telat untuk penyambutan siswa baru nanti.”

Aku dan Chiisa berlari untuk sampai ke Main Hall dan kami pun tepat meraih tempat itu sebelum bell berbunyi.

“Jess, kita duduk di sana saja, yuk!” ajak Chiisa lembut

“he-eh” aku menganggukkan kepalaku dan mengikuti dia.

Seorang lelaki dengan usia yang kira-kira cukup tua menaiki podium. Panggung yang yang cukup tinggi dan megah itu terhias dengan hiasan yang “ramai”. Beliau mulai memberi pidato panjang yang sebenarnya menurutku lebih baik sebagai cerita pengantar tidur. Karena pidatonyalah aku merasa mataku sudah cukup berat untuk terbuka.

“………………………………sekian sambutan dari saya. Dan saya mohon untuk Jordan Miguel untuk segera naik ke podium untuk memberi pidato sebagai murid terbaik”

Mataku langsung terbuka lebar. Ini adalah kali ketiga aku bersekolah di sekolah yang sama dengan Jordan dan untuk ketiga kalinya Jordan yang menjadi murid terbaik. Suara Jordan yang lembut namun terkesan tegas menyihirku untuk tidak mengalihkan pandangan mataku ke mana pun. Aku… terhipnotis.

(to be continued)

No comments:

Post a Comment